Selasa, 08 Desember 2009

WAWANCARA


Pedoman Wawancara

Pengertian Wawancara

Charles Stewart dan W. B. Cash mendefinisikannya sebagai “sebuah proses komunikasi berpasangan dengan suatu tujuan yang serius dan telah ditetapkan sebelumnya yang dirancang untuk bertukar perilaku dan melibatkan tanya jawab”

Robert Kahn dan Charles Channel mendefinisikan wawancara sebagai “suatu pola yang dikhususkan dari interaksi verbal – diprakarsai untuk suatu tujuan tertentu, dan difokuskan pada sejumlah bidang kandungan tertentu, dengan proses eliminasi materi yang tak ada kaitannya secara berkelanjutan”.

Karena kata “mewawancarai” dalam penggunaan sehari-hari mengacu pada begitu banyak jenis interaksi yang berbeda-beda, sulit untuk menulis satu definisi yang mampu mengakomodasi semuanya. Meskipun demikian, penting bagi kita untuk menetapkan sebuah definisi mendasar sebagai sebuah kerangka acuan. Oleh karenanya, kami mendefinisikan wawancara sebagai suatu bentuk yang dikhususkan dari komunikasi lisan dan bertatap muka antara orang-orang dalam sebuah hubungan interpersonal yang dimasuki untuk sebuah tujuan tertentu yang diasosiasikan dengan pokok bahasan tertentu. Pembahasan mengenai beberapa istilah kunci dari definisi ini akan menjadikannya lebih bermakna.


Ciri Wawancara

• Wawancara biasanya adalah suatu pertukaran lisan yang saling berhadapan langsung. Orang-orang yang terlibat berada di hadapan yang lainnya dan melisankan pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan dengan suara keras. Ini memberikan wawancara sejumlah keuntungan dibandingkan dengan kuesioner, karena (a) para responden memiliki kemungkinan lebih besar untuk berbicara lebih banyak dibandingkan dengan menulis, (b) orang-orang menjadi lebih termotivasi dengan kehadiran orang lain, dan (c) pertukaran-pertukaran lisan menawarkan lebih banyak peluang-peluang langsung untuk menyelidik, mengklarifikasi jawaban-jawaban dan memberikan feedback.

• Orang-orang dalam sebuah wawancara berada dalam sebuah hubungan interpersonal. Meskipun demikian, variasi-variasi tertentu dari wawancara bisa mencakup orang-orang dalam kelompok-kelompok. Umumnya, peran pewawancara akan dikembangkan dalam hal tiga fungsi utamanya: (1) merencanakan strategi-strategi, (2) melaksanakan atau mengatur wawancara, dan (3) mengukur hasil-hasilnya. Masing-masing dari ketiga hal ini dikembangkan secara lebih lengkap dalam Bab 2 sampai 6.



Tujuan, Aspek dan Hal-hal yang Mempengaruhi Wawancara

Orang-orang melakukan wawancara untuk tujuan-tujuan yang berhubungan dengan tugas; mereka punya sesuatu yang ingin mereka capai, yakni, menyeleksi seseorang untuk suatu pekerjaan, mengumpulkan data penelitian, menerima pasien, atau menulis kisah berita. Tujuan terkait tugas inilah yang membedakan wawancara dari sekedar perbincangan biasa. Suatu percakapan bisa sampai kemana saja; akan tetapi, wawancara harus difokuskan pada kandungan isi yang sesuai dengan tujuan anda.

Wawancara adalah suatu bentuk yang khusus dari komunikasi oral dan berhadapan muka dalam suatu hubungan interpersonal yang dimasuki untuk sebuah tujuan tertentu yang diasosiasikan dengan pokok bahasan tertentu. Keefektifannya bisa dinilai dalam hal tujuan wawancara, teknik-teknik yang digunakan, kerangka waktunya, sudut pandang orang yang melakukan evaluasi, dan reliabilitas dan validitas informasi yang diperoleh.

Hal-hal yang mempengaruhi interpretasi pewawancara terhadap pesan-pesan adalah: motivasi, tujuan, persepsi, pola pikir, keahlian bahasa, sikap, dan memori. Hal-hal ini juga mempengaruhi interpretasi yang diwawancarai mengenai isi wawancara.

Aspek-aspek wawancara yang dapat direncanakan adalah tujuan-tujuan, pertanyaan-pertanyaan, setting, dan reaksi terhadap permasalahan-permasalahan khusus. Perencanaan semacam itu bisa memberikan kesiapan bagi si pewawancara untuk semua kemungkinan-kemungkinan yang mungkin muncul dalam wawancara.

Proses-proses yang berhubungan dengan melaksanakan wawancara adalah mensetting suasananya, mendengarkan, menyelidiki, memotivasi, dan mengendalikan wawancara. Hal-hal ini melibatkan suatu teknik komunikasi tingkat tinggi, dan panduan-panduan yang relevan.



Wawancara Efektif

Kata “profesional” yang digunakan untuk mewawancarai menyiratkan bahwa ada beragam tingkat kemahiran dalam keahlian-keahlian (skill) yang dibutuhkan untuk mewawancarai secara efektif. Felix Lopez membandingkan pewawancara profesional dengan seorang musisi profesional.

Mewawancarai hampir sama dengan bermain piano – skill yang cukup bisa diperoleh tanpa membutuhkan latihan formal. Tapi ada dunia yang berbeda dalam keterampilan, dalam hal teknik, dan dalam kemahiran antara seorang amatir yang bermain “dengan menggunakan telinga” dan seorang pianis konser yang ahli. Pemain yang belajar sendiri secara mekanis pada keyboardnya memainkan melodi-melodi tertentu yang melekat pada ingatannya; sang seniman, yang dengan ahli menggabungkan penguasaan teori musik, latihan yang tak terhitung lamanya, dan interpretasi pribadi, menciptakan suatu efek yang secara teknik pas, menyenangkan di telinga para pendengar, dan mengekspresikan perasaan paling mendalam dari sang pianis.

Ada banyak situasi-situasi yang berbeda dimana dua orang berinteraksi yang bisa disebut sebagai wawancara.

seleksi penelitian publik

penilaian telepon

konseling fokus

disipliner jurnalistik

ke luar (exit) siaran

penelitian internal konferensi pers

negosiasi medis



Salah apabila kita mengidentifikasi bahwa satu jenis wawancara relevan untuk satu jenis pekerjaan saja. Satu miskonsepsi lainnya yang umum terjadi adalah bahwa wawancara hanyalah sebuah percakapan. Meskipun wawancara yang baik mungkin terlihat seperti percakapan, ada beberapa poin-poin penting yang membedakannya dengan percakapan semata. Mewawancarai telah didefinisikan dengan cara-cara yang berbeda.

Umumnya, peran pewawancara akan dikembangkan dalam hal tiga fungsi utamanya: (1) merencanakan strategi-strategi, (2) melaksanakan atau mengatur wawancara, dan (3) mengukur hasil-hasilnya.

Orang-orang melakukan wawancara untuk tujuan-tujuan yang berhubungan dengan tugas; mereka punya sesuatu yang ingin mereka capai, yakni, menyeleksi seseorang untuk suatu pekerjaan, mengumpulkan data penelitian, menerima pasien, atau menulis kisah berita. Tujuan terkait tugas inilah yang membedakan wawancara dari sekedar perbincangan biasa. Suatu percakapan bisa sampai kemana saja; akan tetapi, wawancara harus difokuskan pada kandungan isi yang sesuai dengan tujuan anda.



Hal-hal yang Harus Diperhatikan Dalam Wawancara

• Oleh karena wawancara pada dasarnya merupakan suatu bentuk komunikasi antar pribadi yang unik, akan bermanfaat apabila kita mengawali analisis kita dengan sutu model komunikasi yang umum.

• Komunikasi dalam wawancara sebagai suatu proses timbal balik. Kedua orang dalam sebuah wawancara memberikan kontribusi pada interaksi, dan keefektifan upaya-upaya mereka bergantung pada kerjasama timbal balik. Tak satupun dari keduanya yang memiliki kendali eksklusif atas perilaku komunikasi orang satunya, dan salah satunya sama-sama bisa memilih untuk menghentikan komunikasi.

• Menciptakan suatu suasana dimana si interviewee bersedia untuk berkomunikasi.

• Komunikasi dua arah umumnya lebih efektif dari komunikasi satu arah. Komunikasi satu arah dicirikan oleh pesan-pesan yang pada dasarnya berjalan ke satu arah saja, misalnya, dari pewawancara ke yang diwawancarai. Pengirimnya tidak begitu tertarik pada respon-respon, pertanyaan-pertanyaan, komentar-komentar, atau reaksi-reaksi dari si penerima. Sebagai akibatnya, dalam sebuah situasi satu arah si pewawancara tidak merasa bahwa sudah terjadi saling pengertian atau bahwa pesannya sudah efektif karena tidak ada umpan balik (feedback). (Banyak orang yang merasa nyaman dengan situasi satu arah karena hal ini efisien dalam hal menghemat waktu dan mereka tidak harus merasa khawatir tentang reaksi mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan atau komentar-komentar)

• Tentukan feedback menjadi alat penentu arah dari tujuan wawancara.

• Pesan-pesan dikirimkan ke dua arah, sehingga kedua individu sama-sama berpartisipasi sebagai pengirim dan penerima, dan masing-masing harus mau menerima respon-respon, atau feedback, yang diterima dari orang lainnya. Komunikasi dua arah membutuhkan waktu.

• Eksperimen dan latihan-latihan telah menunjukkan bahwa upaya dan waktu yang lebih banyak, dan kesediaan untuk menerima feedback berperan besar dalam meningkatkan kemungkinan bahwa orang-orang yang terlibat akan saling memahami satu dengan yang lainnya.

• Hindari keliru mengasumsikan mereka sudah tahu dengan pasti hasil-hasil yang mereka inginkan, si penerima pasti juga tahu. Sehingga, mereka seringkali mengabaikan untuk memberikan rincian-rincian penjelas.

• Kadangkala harapan untuk mendapatkan feedback tidak pernah diartikulasikan, dan orang-orangpun tidak memberikannya. Sebagai contoh, dulu ada seorang interviewee yang mendengarkan beberapa instruksi dari seorang interviewer. Komentarnya cuma, “Ya, pak”.

• Anda mungkin harus membuat permintaan yang jelas bahwa anda menginginkan feedback dan membangun suatu situasi yang memungkinkan orang yang diwawancarai untuk memberikan feedback tersebut.

• Wawancara-wawancara terjadi karena suatu tujuan, dan memfokuskan pada jenis-jenis informasi tertentu. Salah satu karakteristik dari pewawancara yang baik adalah kemampuan untuk mengendalikan interaksi sehingga tujuan wawancara tercapai. Hal ini berarti bahwa tidak semua komentar atau respon relevan. Oleh karenanya, anda mungkin perlu menetapkan batasan-batasan mengenai jenis respon yang tepat.

• Tingkatan kendali yang diperlukan dalam suatu wawancara sangatlah bervariasi. Pada wawancara-wawancara medis, penelitian, dan bisnis tertentu kendali mungkin cukup mudah untuk dipertahankan dan cukup penting; dalam wawancara-wawancara jurnalistik dan untuk memperoleh informasi, dimana orang yang diwawancarai tidak selalu harus mau bekerja sama dengan anda, kendali mungkin merupakan sesuatu yang hampir mustahil untuk dipertahankan.

• Karena feedback adalah dimensi wawancara yang penting, anda perlu melakukan upaya yang sangat penuh kesadaran dan terencana untuk mendapatkan feedback apabila tidak diberikan secara sukarela. Saran-saran berikut adalah teknik-teknik yang sangat bermanfaat guna menghasilkan feedback: (1) meminta feedback; (2) mendengarkan ketika diberikan; (3) melatih orang-orang agar merasa anda mau menerima feedback; dan (4) mempertahankan suasana yang memungkinkan adanya feedback.

• Tiap komunikator membutuhkan skill-skill mengirimkan dan menerima yang seimbang. Seringkali ketika orang-orang berpikir tentang komunikasi dalam kaitannya dengan mengirimkan dan menerima, mereka menganggap satu orang sebagai pengirim dan orang lainnya sebagai penerima. Hal ini patut disayangkan karena satu orang kemudian ditandai sebagai pembicara dan orang lainnya sebagai pendengar. Tentu saja, anda memerlukan kecakapan dalam berbahasa agar bisa mengekspresikan pemikiran-pemikiran anda dengan baik. Tapi, sayangnya kebanyakan orang memiliki latihan yang lebih banyak dalam mengemukakan daripada dalam mendengarkan. Oleh karena itu, kami menggaris bawahi mendengarkan sebagai salah satu kunci dari skill-skill mewawancarai dan berkomunikasi.

• Masing-masing orang adalah filter komunikasi yang unik; karenanya, selalu siap untuk perbedaan-perbedaan. Dalam beberapa hal tiap orang tidak sama dengan tiap-tiap orang lainnya; tidak ada dua orang yang benar-benar serupa. Ini yang membuat komunikasi menjadi begitu menantang; dua orang yang memiliki perbedaan dalam hal-hal yang penting, yang memiliki tujuan-tujuan berbeda, yang menggunakan bahasa secara berbeda, dan yang memiliki gaya-gaya berkomunikasi yang berbeda pula kemudian saling berbagi kesamaan yang mereka miliki.

• Salah satu penyebab terbesar dari permasalahan-permasalahan komunikasi adalah bahwa kita menganggap bahwa orang-orang sama seperti diri kita sendiri dan bukannya menyesuaikan diri dengan fakta bahwa mereka mungkin berbeda dalam beberapa hal.

• Keefektifan diukur dalam kaitannya dengan sejumlah ukuran-ukuran berbeda. Bagaimana mengukur keefektifan?

• Anda harus menilai keefektifan anda berdasarkan hasil-hasilnya. Tentu saja ini menyiratkan bahwa anda mampu mengidentifikasi apa tujuan-tujuan anda dengan pasti. Seorang pewawancara profesional secara otomatis mengidentifikasikan sebuah tujuan.

• Kadang-kadang, para pewawancara menilai keefektifan dengan teknik-teknik yang telah mereka gunakan.

• Memfokuskan pada teknik-teknik, serta belajar bagaimana cara menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya mengarahkan.

• Semua wawancara tersusun atas dua dimensi penting yang bisa dianalisa keefektifannya: kandungan isi dan hubungan. Yang cenderung akan lebih difokuskan adalah isi. Hendaknya melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi atau untuk memberikan informasi. Akan tetapi, menganggap bahwa hubungan antar pewawancara dan orang yang diwawancarai sama pentingnya dalam kebanyakan situasi. Bahkan, sifat-dasar hubungan tersebut bisa menentukan apakah informasi tertentu telah disampaikan selama wawancara atau tidak.

• Sebuah wawancara bisa saja juga memiliki beberapa tujuan dan, karenanya, hasil-hasil yang bermacam-macam.

• Guna menilai keefektifan, anda juga harus bertanya “dari sudut pandang siapa?”. Para komunikator seringkali memiliki tujuan-tujuan berbeda yang tidak dapat disatukan, yang menjadikannya mustahil untuk tercapai semua.

• Suatu kriteria yang vital untuk menilai keefektifan adalah konsep validitas. Hal ini mengacu pada tingkatan anda mengamati, menerima, atau mengukur apa yang anda pikir sedang anda amati, terima, atau ukur. Cara lain untuk memandang validitas adalah dengan bertanya, “Apakah saya benar-benar mendapatkan informasi yang sesuai kenyataan?”. Kadangkala validitasnya rendah karena orang-orang cenderung untuk berbohong, menipu, atau hanya menjawab sebagian saja. Pada saat yang lain validitas terhambat oleh kekurang memadaian teknik-teknik dan kecenderungan-kecenderungan terhadap interpretasi-interpretasi yang bias dari informasi-informasi yang sedang diterima. Maka, ini berarti bahwa semua rintangan komunikasi nyata yang ditemukan dalam wawancara bisa menurunkan akurasi dalam mendapatkan atau memberikan informasi dan, karenanya, mengurangi validitas wawancara. Yang agak berhubungan dengan validitas adalah konsep reliabilitas sebagai sebuah faktor dalam menilai keefektifan. Reliabilitas adalah tingkatan sampai sejauh mana anda akan mendapatkan hasil-hasil yang sama apabila anda atau pewawancara lain hendak melakukan wawancara yang sama dengan orang-orang yang sama pula. Apabila dua orang mewawancarai orang yang sama tentang topik yang sama dan tidak mendapatkan informasi yang konsisten, maka berarti ada yang salah, dan hasil-hasil dari kedua pewawancara tersebut akan dipertanyakan. Sekali lagi, ketidaksesuaian mungkin terjadi karena suatu perubahan yang disengaja oleh orang yang diwawancarai atau karena sejumlah ketidak konsistenan atau kekurang memadaian di pihak si pewawancara.

Sebagai contoh, Herbert Hyman melaporkan sejumlah penelitian yang mempertanyakan reliabilitas data. Dalam sebuah penelitian, pewawancara kulit hitam dan kulit putih mensurvey sebuah sampel orang-orang kulit hitam dan mendapatkan informasi yang berbeda. Si pewawancara berkulit hitam melaporkan lebih banyak kebencian mengenai diskriminasi dibandingkan si peneliti yang berkulit putih. Kenapa bisa? Kita tidak tahu pasti. Apakah orang-orang kulit hitam tersebut dengan sengaja menahan informasi, atau apakah orang secara perseptual telah dibutakan atau bias? Kita tidak tahu. Akan tetapi, fakta bahwa kedua kelompok tersebut berbeda membuat kita mempertanyakan reliabilitas data. Ada banyak penelitian seperti milik Hyman. Demikian pula, ketika dua orang petugas perekrutan memiliki penilaian yang jauh berbeda mengenai seorang kandidat yang sama, maka reliabilitasnya rendah. Karena jawaban-jawaban interviewee tidak bisa dikendalikan sepenuhnya,

• Meskipun wawancara pada dasarnya merupakan pertukaran oral, kuesioner dan resume-resume seringkali digunakan di dalam wawancara sebagai pelengkap. Namun, yang lebih penting lagi adalah fakta bahwa situasi empat-mata memungkinkan pesan-pesan visual dan non-verbal menjadi aspek-aspek penting dari wawancara. Hal-hal tersebut jangan sampai diabaikan. Kadang-kadang, pesan-pesan visual ini memperkuat pesan-pesan verbal; pada saat-saat lainnya, mungkin malah bertentangan. Sebagai contoh, seseorang mungkin berkata, “Saya merasa nyaman, terima kasih” namun pada saat yang sama dia meremas-remas sapu tangannya dan dengan gelisah mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
DARA

0 komentar: