Selasa, 08 Desember 2009

SASTRA


A. Pengertian
Sastra atau kesustraan adalah hasil karya manusia berupa pengolahan bahasa yang indah, berbentuk lisan atau tulisan. Jadi karya seseorang dapat dianggap sebagai hasil sastra jika memiliki bahasa yang indah dan menimbulkan kesan yang mendalam. Sastra dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Sastra Lama ( Prosa Lama )
Sastra lama adalah sastra melayu tertua yang bentuknya masih berupa lisan atau ujaran. Baru setelah agama Islam pada abad ke 13 masuk, mulai terdapat sastra lama berbentuk tulisan.
a. Ciri-ciri Sastra Lama adalah sebagai berikut :
• Istanasentris, yaitu bentuk cerita yang ditulis atau diceritakan selalu berpusat pada kisah kehidupan kerajaan atau istana yang tokohnya adalah raja, ratu, dan pangeran.
• Statis, yaitu proses perkembangan (perubahan) bentuk dan tema berlangsung sangat lamban.
• Tradisional, bentuk karangannya tidak mengesampingkan pola tradisi, misalnya pantun dan syair.
• Klise, yaitu bahasanya berupa ungkapan yang seringkali diulang.
• Anonym, nama pengarang tidak dicantumkan atau disebutkan.
• Fantastis, yaitu bentuk karangannya bersifat di luar kenyataan (khayalan).
b. Jenis-jenis Sastra Lama
Sastra lama terdiri dari beberapa bentuk atau jenis karangan, misalnya prosa lama (dongeng, cerita pelipur lara, sejarah/tambo, hikayat, cerita berbingkai, dan wiracarita) dan puisi lama (mantra, pantun, syair, bidal, dan gurindam).

2. Sastra Baru ( Prosa Baru )
Sastra baru adalah hasil karya sastra yang dimulai pada tahun 1920 sampai sekarang. Ada perbedaan yang menyolok antara sastra baru dan sastra lama.
Adapun ciri-ciri sastra baru di antaranya adalah sebagai berikut :
• Masyarakat sentris, yaitu cerita-cerita dalam karya sastra baru berpijak dari lingkungan masyarakat (bukan lingkungan istana).
• Bersifat dinamis, yaitu proses perubahan bentuk dan tema berjalan dengan cepat dan tanpa henti (terus-menerus).
• Tema karangan pada sastra baru bersifat rasional (sesuai dengan kenyataan sehari-hari).
• Bentuk karangannya tidak bersifat tradisional
• Jarang menggunkan bahasa klise.

a. Jenis-jenis Sastra Baru
Sastra baru terdiri dari prosa baru ( roman, novel, biografi, cerpen), puisi baru dab roman.

B. Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masayarakat sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu :
1. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
2. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
3. Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmat/pembacanya karena sifat keindahannya.
4. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi.
5. Fungsi religius, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.

C. Ragam Sastra
1. Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu :
a) Prosa, bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi.
b) Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan habasa yang singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama, selalu terikat oleh kaidah atau aturan tertentu, yaitu :
(1) Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
(2) Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
(3) Irama, dan
(4) Persamaan bunyi kata.
c) Prosa liris, bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti pada prosa.
d) Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau monolog. Drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah dan drama yang dipentaskan.

2. Dilihat dari isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu :
a) Epik, karangan yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa mengikutkan pikiran dan perasaan pribadi pengarang.
b) Lirik, karangan yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
c) Didaktif, karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang masalah moral, tatakrama, masalah agama, dll.
d) Dramatik, karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian(baik atau buruk) denan pelukisan yang berlebih-lebihan.

D. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.


1. Unsur Intrinsik
a) Tema dan Amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.

b) Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character).
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalny6a baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.

c) Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian :
(1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
(2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
(3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
(4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
(5) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
(6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.

Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.

d) Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.

e) Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.

2. Unsur Ekstrinsik
Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.

E. Prosa
Prosa dikelompokkan menjadi 2 yaitu prosa terikat dan prosa bebas. Prosa terikat terdiri dari, Puisi, Pantun, Gurindam, dan Syair. Sedangkan prosa bebas terdiri dari, Novel, Cerpen, dan Drama. Untuk dapat memahami sebuah karya sastra dengan baik, pembaca harus memiliki pengetahuan tentang fungsi dan unsur-unsur karya sastra yang dibacanya. Terdapat langkah-langkah untuk mengolah prosa. Caranya sangat mudah dengan sistem kerja yang terarah:
1. Menghimpun Tokoh
Tokoh tidak harus manusia tetapi bisa binatang, tumbuhan, atau alam itu sendiri. Tokoh pun harus dibagi menjadi tokoh utama dan tokoh pendukung. Dalam cerita pendek, usahkan tokoh tidak lebih dari tiga agar penulis bisa fokus terhadap tokoh yang dibuat.



2. Membuat setting cerita
Setting dapat dibuat fiktif atau diambil dari setting yang sesungguhnya. Setting fiktif biasanya digunakan untuk menyajikan cerita kontemporer yang bersifat absurd atau cerita fantasi. Sedangkan setting sesungguhnya, biasanya digunakan untuk cerpen realis, menggunakan kota-kota yang sudah ada seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya.

3. Konflik dan Peristiwa
Tulis poin-poin penting konflik dari cerita yang akan disajikan. Konflik ini berhubungan erat dengan peristiwa yang disajikan disamping dampak dari perilaku tokoh. Untuk mencipta konflik, ada beberapa tips:
 Konflik akan terasa hidup apabila dilukiskan dengan kata-kata yang kuat, yaitu kata-kata yang mampu mewakili suatu perbedaan yang mengundang perdebatan, argumen, bahkan pertengkaran.
 Konflik tidak cukup dibangun dengan dialog para pelaku dengan sistem sahut-sahutan.
 Konflik bukan berarti buruk walau terjadi pertentangan yang dahsyat.

4. Penyelesaian
Cerita yang menarik harus terdiri dari pembukaan-klimaks-anti klimaks-penutup. Penyelesaian harus dibuat sedalam mungkin untuk menghindari hal-hal yang tidak logis kecuali menulis cerpen yang bersifat absurd.

A. Prosa terbagi menjadi 2 yaitu :
1) Prosa Terikat
a) Puisi
Membaca puisi pada umumnya bertujuan untuk dapat membacakan puisi tersebut dihadapan orang lain dengan baik. Untuk keperluan tersebut yang harus diketahui pembaca adalah hakikat puisi. Puisi adalah karya sastra yang kaya akan makna ada yang memberi istilah puisi itu padat makna atau banyak mengadung makna. Sebuah Puisi pada dasarnya adalah sebuah cerita yang berisi berbagai peristiwa, namun tidak semua peristiwa dalam puisi itu diceritakan. Yang dikemukakan dalam puisi hanyalah inti masalah, peristiwa atau inti cerita. Oleh karena itu dalam penciptaan puisi pengarang banyak melakukan pemandatan. Artinya, bahasa yang digunakan puisi dicari kata-kata yang singkat atau bahkan sengaja disingkat dengan cara mengambil inti dasarnya, seperti menghilangkan imbuhan, menghiolangkan pengulangan dan sebagainya. Ada pula puisi yang menuangkan maknanya melalui bentuk puisi itu sendiri yang disebut dengan tipografi seperti contoh puisi berikut ini.

POT
pot apa pot itu pot kaukah pot itu
Pot pot pot
yang jawab pot pot pot kaukah pot itu
yang jawab pot pot pot kaukah pot itu
pot pot pot
potapa potitu potkaukah potaku?
POT
(Sutarji Calzoum bachri, 1981)

• Langkah-langkah Membaca Puisi
Karena membaca puisi bertujuan untuk membacakan puisi di depan penonton maka sebelum berhadapan penonton pembaca harus terlebih dahulu mengetahui siapa dan berapa banyak penoton yang diperkirakan akan hadir dan berapa luas panggung dan aula atau gedung tempat berlangsungnya pembacaan puisi tersebut. Jika kegiatan ini dilakukan di dalam kelas, siswa tentu sudah tidak kesulitan dengan hal tersebut, hanya guru tetap harus memberikan arahan dan bimbingan bagaiman cara membaca puisi di hadapan orang banyak dengan baik.
Setelah hal itu dipersiapkan dilakukan kegiatan:
Membaca puisi secara keseluruhan.
Menandai dan mencari makna kata-kata sulit.
Memaknai puisi baris demi baris
Memaknai/menangkap isi puisi setiap bait.
Menangkap isi dan maksud puisi secara keseluruhan.



b) Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan dan dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).

• Peran pantun
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Seringkali bercampur dengan bahasa-bahasa lain. Berikut contoh pantun (sebetulnya adalah karmina) dari kalangan pemuda:
Mawar merah tumbuh di dinding
Jangan marah, just kidding
Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

• Struktur Pantun
Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan.
Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi terkadang bentuk sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun ini:
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh
Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku.
DARA

0 komentar: