Minggu, 06 Desember 2009

EYD

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Ejaan ini masih tetap digunakan hingga saat ini. EYD adalah rangkaian aturan yang wajib digunakan dan ditaati dalam tulisan bahasa indonesia resmi. EYD mencakup penggunaan dalam 12 hal, yaitu penggunaan huruf besar (kapital), tanda koma, tanda titik, tanda seru, tanda hubung, tanda titik koma, tanda tanya, tanda petik, tanda titik dua, tanda kurung, tanda elipsis, dan tanda garis miring.
UpZzZ,,,,Dari Ejaan van Ophuijsen Hingga EYD
1. Ejaan Van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.
a. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
b. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
c. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dinamai'.

2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
3. Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan adalah sebagai berikut.
1. Perubahan Huruf
Ejaan Soewandi Ejaan yang Disempurnakan
dj djalan, djauh j jalan, jauh
j pajung, laju y payung, layu
nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
sj isjarat, masjarakat sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji c cukup, cuci
ch tarich, achir kh tarikh, akhir

2. Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.

f maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat

3. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai

a : b = p : q
Sinar-X

4. Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

di- (awalan) di (kata depan)
ditulis di kampus
dibakar di rumah
dilempar di jalan
dipikirkan di sini
ketua ke kampus
kekasih ke luar negeri
kehendak ke atas

5. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
















1. Kata menyolok?
Petikan kalimat berikut ini saya kutip dari beberapa blog.
Perbedaan yang sangat menyolok saat ini adalah dalam hal atmosfir kehidupan bangsa Indonesia pasca reformasi. (Intelijen Indonesia)
Perbedaan menyolok antara rusun Perumnas [HDB = Housing Development Board] dengan kondominium adalah pagar dan satpam. (matahari dan bintang)
Dijual di pasaran biasanya dengan simping sejenis kerupuk tawar agak gurih dengan warna-warna yang menyolok mata. (Road to Mandalay)
… tidak ada pembatas, tidak ada perbedaan yang menyolok antara si rakyat dan sang pemimpin. (Guratan Pena)
… ada tulisan yang cukup menyolok, mengumumkan bahwa kali ini tengah “digarap” lewat program Kali Besar Bersih sebagai bagian dari Revitalisasi Kota Tua oleh Jakarta Old Town-Kotaku… (Jakarta: Beautiful city for learning)
Ada kata colok, sebuah kata kerja yang salah satu artinya adalah mudah kelihatan, sangat nyata kelihatan, jelas benar. Seperti juga kata-kata lain yang huruf awalnya c, kata ini pun jika diberi awalan me-, huruf c tidak luruh sehingga kata turunannya menjadi mencolok, yang maknanya sama dengan kata colok tadi.
Ada juga kata solok, sebuah kata benda yang berarti pemberian (berupa bahan makanan) kepada orang yang mengadakan pesta perkawinan. Nah, jika diberi awalan me-, kata turunannya tentu saja menyolok, artinya memberikan sumbangan berupa solok.
Jadi, jika yang Anda maksud adalah mudah, jelas, dan sangat nyata kelihatan, tulislah mencolok, bukan menyolok
2. Yang bener Dari dan Daripada ???
Mari kita perhatikan dua petikan paragraf berikut ini.
Warga Kota Semarang keberatan dengan kebijakan Dinas Perhubungan setempat yang menetapkan kenaikan tarif antara 30 sampai 60 persen. Angka ini jauh lebih besar dari persentase kenaikan harga BBM. (Liputan6.com: Masyarakat Mengeluhkan Kenaikan Tarif Angkutan)
Pelabuhan yang jauh lebih kecil dari Tanjung Priok, Jakarta Utara, itu cukup sibuk, Jumat (8/7) dini hari tersebut. Bahkan, lebih sibuk dari siang harinya. (Media Indonesia: Mengungkap Penyelundupan Mobil Mewah)
Kata dari dan daripada tidak sama pemakaiannya. Kata dari dipakai untuk menunjukkan asal sesuatu, baik bahan maupun arah, sedangkan kata daripada berfungsi membandingkan.
Di dalam petikan pertama terdapat pula kata keberatan yang salah penggunaannya. Keberatan adalah kata benda, bermakna perihal beratnya suatu benda, tugas, perasaan, dan sebagainya. Contoh pemakaiannya dalam kalimat: Terasa benar keberatan naiknya harga BBM itu bagi rakyat.
Kata yang tepat yang seharusnya digunakan dalam kalimat tersebut adalah berkeberatan, sebuah kata kerja yang berarti merasa berat, kurang setuju. Kata keberatan sebagai kata kerja biasanya digunakan dalam ragam percakapan. Dalam entri yang terpisah, akan kita bahas pula tentang kebiasaan menanggalkan awalan ber- yang salah ini.
Perhatikan lagi “kalimat” berikut yang diambil dari petikan kedua.
Bahkan, lebih sibuk dari siang harinya.
“Kalimat” di atas tidak memiliki subjek sebagai syarat lengkapnya sebuah kalimat. Kalimat dalam ragam resmi, baik tertulis maupun percakapan, sekurang-kurangnya harus memiliki subjek dan predikat.
Jadi, kalimat-kalimat tersebut seharusnya ditulis seperti berikut.
Warga Kota Semarang berkeberatan dengan kebijakan Dinas Perhubungan setempat yang menetapkan kenaikan tarif antara 30 sampai 60 persen. Angka ini jauh lebih besar daripada persentase kenaikan harga BBM.
Pelabuhan yang jauh lebih kecil daripada Tanjung Priok, Jakarta Utara, itu cukup sibuk, Jumat (8/7) dini hari tersebut. Bahkan, pelabuhan tersebut lebih sibuk daripada siang harinya.
Kalimat di atas dapat pula ditulis seperti berikut.
Pelabuhan yang jauh lebih kecil daripada Tanjung Priok, Jakarta Utara, itu cukup sibuk, Jumat (8/7) dini hari tersebut, bahkan lebih sibuk daripada siang harinya.

3. Upzzz , , , Pemukiman atau Permukiman sIchHh?
Kalimat berikut ini saya kutip dari paragraf pertama di nofieiman.com:
Jatuhnya Mandala Airlines di Medan.
Tak sampai satu kilometer sejak lepas landas, pesawat secara tiba-tiba oleng, lalu jatuh di pemukiman dan jalan tak jauh dari bandara Polonia.
Kata pemukiman memang bersaing pemakaiannya dengan kata permukiman. Demikian pula kata putusan bersaing dengan kata keputusan, sedangkan kata simpulan bersaing dengan kata kesimpulan. Manakah bentukan yang benar?
Pembentukan kata turunan dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti aturan yang konsisten. Di antara bentukan tersebut terdapat hubungan yang teratur satu sama lain. Perhatikan pola pembentukan kata berikut ini.
tani, bertani, petani, pertanian
silat, bersilat, pesilat, persilatan
dagang, berdagang, pedagang, perdagangan
mukim, bermukim, pemukim, permukiman
Perhatikan pula pola lain dalam pembentukan kata berikut ini.
pakai, memakai, pemakai, pemakaian, pakaian
baca, membaca, pembaca, pembacaan, bacaan
putus, memutuskan, pemutus, pemutusan, putusan
ringkas, meringkas, peringkas, peringkasan, ringkasan
simpul, menyimpulkan, penyimpul, penyimpulan, simpulan
4. Koma, Perusak Kesatuan S-P
Oleh Rina Buntaran
Untuk menjelaskan judul di atas, izinkan saya mengutip tulisan Mas Emil yang mengomentari curhat Bunga Sirait di entri “Bahasa Kita Punya Nama”:
“Pertama kali mendengar penyebutan ‘bahasa’ untuk mengacu kepada Bahasa Indonesia, memang terasa menggelikan.”
Kemudian ada contoh berikut yang saya cuplik dari sampul Kamus Lengkap Indonesia-Inggris-nya Alan Stevens:
“Pesatnya perkembangan bahasa Indonesia dan meningkatnya intensitas komunikasi internasional, memunculkan kebutuhan mendesak akan adanya kamus Indonesia-Inggris yang lengkap dan informatif.”
Persamaan kedua kutipan di atas adalah adanya kekeliruan penempatan koma yang merusak kesatuan Subjek-Predikat dan memutus alur penuturan sehingga menghambat kelancaran pemahaman makna oleh pembaca.
Kekeliruan penempatan koma seperti itu sangat umum terjadi dalam tradisi menulis kita. Pemicunya mungkin adalah kurangnya penguasaan fungsi kata dalam kalimat. Seperti kita ketahui dari pelajaran tata bahasa dasar di bangku sekolah, ada beberapa fungsi kata dalam kalimat, yang utama adalah Subjek dan Predikat. Subjek kalimat pertama di atas adalah “Pertama … Indonesia” dan Subjek kalimat kedua adalah “Pesatnya … internasional”, di mana masing-masing Subjek itu kemudian diikuti oleh Predikat “memang terasa menggelikan” dan “memunculkan … informatif”. Dalam penulisannya, Subjek dan Predikat tidak dipisahkan oleh koma (kecuali tentu saja dalam bentuk puisi dan sejenisnya).
Jadi, supaya kedua kutipan di atas enak dibaca dan memenuhi persyaratan sebagai kalimat, komanya sebaiknya dihapus. Lebih baik lagi kalau kita juga giat berlatih mengoreksi setiap kesalahan serupa yang bertebaran di sekitar kita, supaya keterampilan berbahasa tulis kita semakin punya daya saing dalam forum komunikasi formal yang mensyaratkan penggunaan tata bahasa baku. Gitu loh …


5. Masalah Penanggalan
Oleh Polisi EYD
Penanggalan adalah hal yang akrab bersinggungan dengan kegiatan kita sehari-hari. Namun, ternyata permasalahannya masih mengemuka di antara para pengguna.
Ada yang menulis November, ada pula yang menulis Nopember. Ada Februari, ada Pebruari. Ahad atau Minggu? Sabtu atau Saptu? Jumat? Jum’at?
Berikut adalah penulisan nama hari dan bulan yang benar.
Senin (bukan Senen)
Selasa
Rabu (bukan Rebo)
Kamis (bukan Kemis)
Jumat (bukan Jum’at)
Sabtu (bukan Saptu)
Minggu (boleh ditulis Ahad)
Januari
Februari (bukan Pebruari)
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November (bukan Nopember)
Desember
Nah, kalau begitu, bagaimana dengan ITS? Apakah kata “Nopember” di dalam singkatan ini diperbolehkan, mengingat ITS adalah sebuah nama sehingga tidak terikat dengan kaidah ejaan? Ataukah mereka tetap harus tunduk pada kaidah ini?








Cacatan Kaki
Misalnya :
Novita Rahayu tentang pengertian cinta menyatakan bahwa 1) “Menurut saya cinta adalah …………
1) Novita Rahayu, Lamunan Cinta Berpena Bintang, (Sengata: Gramedia, 2009), hlm 201
Daftar Pustaka
Misalnya :
Fajar, Muhammad. 2009. Bintang Bermandikan Cinta. Sengata: Balai Pustaka
Yusuf, Muhammad., Muhammad Fajar, dan Wahyudi. 2009. Debu-debu Cinta. Sengata: Gramedia
Rahayu, Novi, dkk. 2009. Lukisan Rindu. Sengata: Gramedia

0 komentar: